Di balik cita-cita kuat untuk menggerakkan ekonomi desa, Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) sering menghadapi tantangan dalam mengadopsi teknologi baru. Artikel ini menggali mengapa Model Penerimaan Teknologi (TAM) sering kali rendah pada Bumdes, serta langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengatasi hambatan ini.
Bumdes sering kali beroperasi di daerah pedesaan yang memiliki akses terbatas terhadap infrastruktur teknologi, seperti koneksi internet yang tidak stabil. Hal ini membuat sulit bagi anggota Bumdes untuk mengakses dan memanfaatkan teknologi baru dengan efektif.
Anggota Bumdes mungkin memiliki tingkat literasi teknologi yang rendah, menyebabkan mereka sulit memahami manfaat dan kegunaan teknologi baru. Persepsi yang rendah terhadap kemudahan penggunaan teknologi dapat menghambat adopsi di tingkat yang diharapkan.
Kurangnya dukungan dan pelatihan untuk mengimplementasikan teknologi baru dalam operasi Bumdes dapat menyebabkan rasa ketidaknyamanan dan kebingungan di antara anggota. Tanpa dukungan yang memadai, mereka mungkin enggan atau kesulitan untuk mengadopsi teknologi tersebut.
Faktor-faktor ekonomi dan budaya di lingkungan desa juga mempengaruhi adopsi teknologi oleh Bumdes. Biaya implementasi teknologi baru mungkin terlalu tinggi untuk Bumdes dengan sumber daya terbatas. Selain itu, nilai-nilai budaya dan tradisional di desa mungkin juga menghambat penerimaan terhadap perubahan teknologi.
Meskipun tantangan ini nyata, Bumdes tetap menjadi kekuatan potensial dalam menggerakkan ekonomi lokal dengan teknologi yang tepat. Dukungan yang lebih besar dari pemerintah, pelatihan teknologi yang menyeluruh, dan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan lokal dapat membantu mengatasi hambatan tersebut, membuka jalan bagi Bumdes menuju masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan.
